Jumat, 25 Februari 2011

USAHA AGEN KORAN

AGEN KORAN

Pelayanan belanja lewat telepon, Alphabet berhasil mengayuh usahanya 19 tahun. Lewat usaha langganan koran, majalah, susu dan ditambah dari BELL (BElanja Lewat Telepon), Alphabet bisa meraup omzet lebih dari 50 juta sebulan. "Saya tidak bisa memastikan angkanya berapa," tuturnya menghindar.
Pagi tepat pukul 04.00, puluhan bahkan mungkin ratusan loper antre mendapatkan koran Pikiran Rakyat untuk diedarkan kepada pelanggannya. Di barat dan utara Cikapundung, dekat Gedung Merdeka-Asia Afrika, Bandung, para loper Alphabet bergabung dengan loper agen surat kabar lainnya. "Nanti jam 05.00 pagi bakal ramai lagi untuk Kompas," ungkap salah seorang awak Alphabet Agency.
Aktivitas para loper di lapangan itu ternyata dibantu oleh puluhan tenaga administrasi di sentral pengendalian di kantor bercat hijau di bilangan Holis, Bojong Raya, Bandung.
Layanan pelanggan koran dan majalah yang khas dari Alphabet adalah Hotline 675-675. "Ini layanan utama kami kepada pelanggan," ungkap Sani Teguh Santosa, pendiri sekaligus direktur Alphabet. Dengan hotline itu Alphabet mengembangkan jaringan ribuan pelanggan koran dan majalahnya. Melalui puluhan saluran bernomor sama, Sani juga mengembangkan usaha langganan susu murni dan susu kedelai.
"Jauh sebelum Jakarta memulai dengan gembar-gembor belanja lewat telepon, saya sudah memberikan layanan itu," tuturnya. Bisnis Sani--yang selalu enggan menyebut angka-angka mengenai usahanya--melalui telepon ini mencakup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan racun tikus. "Tapi kami biasanya menyediakan apa pun yang dipesan pelanggan," ungkap Sani setengah menjamin.
Lewat usaha langganan koran, majalah, susu dan ditambah dari BELL (BElanja Lewat Telepon), Alphabet bisa meraup omzet lebih dari 50 juta sebulan. "Saya tidak bisa memastikan angkanya berapa," tuturnya menghindar.
Siapa yang menyangka bisnis drop out mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan itu bakal sesukses sekarang. "Dulu semua mencibir," tuturnya. Sampai-sampai kekasih yang dicintainya pun meninggalkan Sani.
Namun, ia tak gentar. Usaha yang dimulai dengan patungan antara Sani dan seorang kawannya pada 1979 yang hanya bermodalkan Rp150.000 itu terus dibangunnya. "Saya punya keyakinan dan intuisi kuat, usaha ini bakal berhasil," ungkapnya. Taman bacaan Alphabet-lah cikal bakal usaha Sani, bakan usaha pelayanan langganan koran. Namun, usaha taman bacaan ini makin hari makin memburuk, pelanggan berkurang serta jumlah buku tidak bertambah. Sesuai dengan permintaan pelanggan taman bacaan, keduanya mulai mengembangkan usaha ke layanan koran.
Pada 1983, temannya benar-benar menyerah. Uang langganan koran dibawa kabur oleh loper. Alphabet tinggal sebelah kaki. Akhirnya Sani berusaha meminjam koran ke agen lain dan mulai mengirimkannya lagi. Lewat usaha yang dikatakan sangat perlahan, Alphabet bisa menanjak kembali. Karena Sani saat itu juga bekerja sebagai tenaga marketing perusahaan farmasi, ia terus meluaskan langganannya ke dokter-dokter serta para koleganya.
Malang tak dapat ditolak, di tengah perjalanan kedua kariernya, Sani tabrakan di Purwakarta. Akibatnya, ia gegar otak. "Saat itu konsentrasi saya pecah memikirkan keduanya. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih salah satu," ungkapnya. Pilihannya sudah bisa diduga: melayani pelanggan surat kabar.
Keyakinan kuatnya terbukti. Usaha langganan koran dan majalahnya terus merangkak. Alphabet mengembangkannya juga lewat pelayanan pembelian susu murni. "Mulanya dari permintaan pelanggan koran saja," ungkapnya. Lama-lama usaha ini berkembang. Setelah memberikan pelayanan susu murni, pesanan barang jenis lain terutama layanan antar sembako makin bertambah. "Apalagi dalam situasi seperti ini," ungkapnya.
Untuk pengembangan usahanya, pada 1993 Alphabet mendapatkan pinjaman Rp60 juta dari bank untuk membangun markasnya di bilangan Holis. Setelah lunas, baru setahun ini, Sani mengajukan permintaan kembali ke Bank Bali dan Bank NISP untuk perpindahan kantornya. "Mengantisipasi permintaan pelanggan untuk sembako," tuturnya pula.
Keberhasilan Sani tak lepas dari keyakinan kuat akan bisnisnya. Kunci lainnya? "Pelayanan dan ketekunan," ungkap Sani. Menurutnya, bisnis koran dan majalah ini unik. "Kita mengumpulkan dari ratusan hingga ribuan pelanggan hanya beberapa puluh rupiah saja," tutur suami Dewi Wahyu ini. Keunikan ini, menurut Sani, mungkin membuat banyak orang enggan untuk menerjuni bisnis ini. Pelayanan harus prima karena banyaknya saingan, sedangkan keuntungan tipis.
Ketekunan dijadikan Sani untuk mengayuh bisnis ini, terutama pengelolaan uang. Biasanya para agen tidak mengelola uangnya dengan baik. Uang milik penerbit sering kali dipakai untuk hal lain bahkan untuk berfoya-foya, padahal itu nyawa para agen. Kiat lainnya seperti bisnis jasa umumnya adalah pelayanan. Pelayanan kepada para pelanggan sangat diperhatikan Alphabet. Salah satunya seperti telah disebutkan ialah Hotline 675-675. "Saya menekankan kepada seluruh staf administrasi agar bisa menjawab seluruh keluhan ringan pelanggan," kata Sani. Jika keluhan berat, misalnya berkali-kali pelanggan koran mendapatkan majalahnya terlambat, langsung ditangani Sani.
"Itu saja rumusnya," ungkap Sani. Yang menarik, Sani juga mengembangkan bisnisnya dengan menerbitkan brosur informasi untuk pelanggan Alphabet. Brosur dibagi dua jenis: yang satu brosur daftar harga, satunya lagi "Ariwara" yang diterbitkan sejak tahun 1989. Sani menulis langsung brosur itu. Dengan stensilan sederhana, brosur dua halaman itu tampak informatif: mulai dari ucapan selamat untuk pelanggan, informasi buku, majalah dan koran baru beserta harga dan topik-topiknya hingga keperluan sehari-hari, reuni, peluang bisnis dan pencarian barang-barang bekas.
Dengan kiat seperti itu, saat krisis bisnisnya tidak terlalu ambruk. "Namun, langganan majalah menurun, apalagi tabloid baru hampir tak ada pelanggan. Hanya langganan koran yang stabil," ungkap Sani. Untuk menyeimbangkan omzet, Sani menggenjot layanan belanja lewat telepon. Saat ditanya kemungkinan perluasan Bebita dan Dial Mart--usaha sejenis di Jakarta--ke Bandung, Sani berkata, "Saya hanya ingin mempertahankan pelanggan yang ada sekarang saja. Saya kira BELL seperti ini sudah cukup."
Karena ujung tombak Alphabet pelayanan, untuk meningkatkan kualitas pegawainya Sani mengadakan ceramah tiga bulan sekali. Namun, karena krisis saat ini kegiatan itu sudah tidak ada lagi. Hal lainnya, karyawan dan loper Alphabet wajib membaca pengumuman yang disediakan di ruang pengumuman.
Selain kualitas yang terus diperbaiki, Sani kini tidak dipusingkan lagi oleh turn-over loper-nya. "Kini hanya 1% yang keluar dari Alphabet," ungkapnya. Ada satu lagi yang tampaknya tak boleh dilupakan, "Untung ada istri saya yang lulusan ASMI," katanya, "saya sangat berterima kasih kepadanya." (0000).

 
  
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar